Definisi Pembunuhan Dan Macamnya (Pembahasan Makalah Lengkap)
Untuk mempermudah dan memperdalam pembahasan perihal pembunuhan ini, kita akan paparkan definisi pembunuhan dan macam-macamnya.
Definisi pembunuhan
Pembunuhan ialah tindakan seseorang melenyapkan nyawa, atau lenyapnya jiwa seseorang akhir perbuatan orang lain, baik di sengaja maupun tidak.
Adapun mengenai macam-macam pembunuhan, maka jumhur andal ilmu membagi tindak pidana kejahatan terhadap jiwa (pembunuhan) berdasarkan ada tidaknya unsur kesengajaan di dalamnya, menjadi tiga macam, yaitu (1) pembunuhan secara disengaja; (2) pembunuhan yang ibarat kesengajaan (masih diperdebatkan); dan (3) pembunuhan tidak disengaja (kesalahan). Untuk lebih gamblangnya kita akan bahas satu persatu.
1. Pembunuhan secara sengaja.
Pembunuhan dengan sengaja berdasarkan definisi jumhur ulama ialah memukul dengan benda tajam atau benda tidak tajam yang diyakini bisa menghilangkan nyawa. Definisi benda tajam sendiri ialah sesuatu yang bisa memotong dan menembus ke dalam badan, contohnya pisau, pedang dan yang sejenisnya. Sedangkan definisi benda tidak tajam ialah sesuatu yang berdasarkan perkiraan umum bisa menimbulkan atau menimbulkan hilangnya nyawa ketika digunakan, contohnya kerikil besar atau kayu besar.
Membunuh dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at termasuk dosa diantara dosa-dosa besar dan tindak pidana kejahatan paling tinggi. Dalil yang memperlihatkan keharaman tindak pidana kejahatan ini bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’.
Dalil dari al-Qur’an
Alloh berfirman:
“Dan janganlah kau membunuh jiwa yang diharamkan Alloh (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara dzolim, maka bersama-sama Kami telah memberi kekuasaan kepada andal warisnya, tetapi janganlah andal waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia ialah orang yang mendapat pertolongan.” (QS. al-Isro’ [17]: 33)
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali alasannya ialah tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin alasannya ialah tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jikalau mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan tobat dari pada Alloh. Dan ialah Alloh Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, awet ia di dalamnya dan Alloh marah kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. an-Nisaa’[4]: 92-93)
“Oleh alasannya ialah itu Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan alasannya ialah orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan alasannya ialah menciptakan kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh insan seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan insan semuanya. Dan bersama-sama telah tiba kepada mereka Rosul-Rosul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka setelah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. al-Maidah [5]: 32)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian; Sesungguhnya Alloh ialah Maha Penyayang kepada kalian. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu ialah gampang bagi Alloh.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 29-30)
Dalil dari as-Sunnah
Dari Abu Huroiroh , Rosululloh bersabda:
“Jauhilah tujuh masalah yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa saja itu, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Alloh, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan oleh Alloh kecuali atas dasar kebenaran...” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Dalil dari Ijma’
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai keharaman membunuh dengan sengaja tanpa alasan yang benar, dan pelakunya berhak dibunuh sebagai had (hukuman). Apabila si pelaku menganggap halal perbuatan tersebut, maka ia telah kafir dan akan disiksa di neraka di alam abadi kelak. (kitab Maratib al Ijma’)
Dari dalil-dalil tersebut sangat terang sekali bahwa membunuh dengan disengaja ialah haram.
Rukun Pembunuhan dengan Sengaja
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa pembunuhan dengan sengaja mempunyai rukun dan syarat, di antaranya ialah sebagai berikut:
1. Korban terbunuh.
Korban terbunuh ini mempunyai dua syarat:
a. Bani Adam, yaitu umat manusia.
Apabila korban yang terbunuh bukan manusia, tentulah tidak dikatakan pembunuhan dengan sengaja.
b. Terjaganya darah orang yang terbunuh tersebut.
Hal ini meliputi semua jiwa yang mendapat pertolongan negara Islam, mirip kaum Muslimin, dzimmi (orang kafir yang tunduk membayar jizyah (upeti) kepada pemerintahan Islam sebagai jaminan keamanan), serta orang kafir yang di bawah perjanjian (al-mu’ahad), dan orang kafir yang meminta perlindungan kepada kaum Muslimin (al-musta’min).
2. Kesengajaan membunuh korban atau cita-cita dari pembunuh untuk membunuh korban.
Hal ini meliputi dua keinginan, yaitu:
a. Kesengajaan membunuh orang tersebut.
b. Sengaja menjadikan pihak terbunuh sebagai korban.
Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, “Dua jenis kesengajaan ini harus terpenuhi. Seandainya tidak ada niat untuk membunuh dengan menggerakkan senjata, kemudian senjatanya terlempar (tidak sengaja) dan membunuh orang, maka hal ini tidak dikatakan membunuh dengan sengaja alasannya ialah si pelaku pembunuhan tidak berniat membunuh.
Juga, seandainya ia sengaja menembak sesuatu dan ternyata yang ditembak itu ialah seorang manusia, maka ini pun bukan kesengajaan, alasannya ialah si pelaku pembunuhan tidak sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya tersebut.
3. Alat yang dipakai ialah alat yang bisa membunuh, baik senjata tajam atau yang lainnya.
Apabila rukun-rukun ini tidak terpenuhi salah satunya, maka pembunuhan tersebut tidak dihukumi sebagai pembunuhan yang disengaja.
Dampak dari Pembunuhan dengan Sengaja
Para ulama menjelaskan bahwa pembunuhan dengan sengaja mempunyai konsekuensi yang melibatkan tiga hak: hak Alloh , hak wali korban, dan hak korban sendiri. Di antara hak-hak tersebut adalah:
• Hak Alloh ,
• Hak korban (al-maqtul),
• Hak keluarga dan kerabat korban (auliya` al-maqtul).
Apabila pembunuh telah menyerahkan diri dengan suka rela, dengan menyesalinya dan takut kepada Alloh , serta bertobat dengan tobat nashuha (tobat yang murni dengan sebenar-benarnya tobat), maka gugurlah hak Alloh dengan tobat tersebut.
Dan adapun hak auliya’ a1-maqtul (keluarga dan kerabat korban) bisa gugur dengan ditunaikannya qishosh secara sempurna, baik melalui perdamaian atau si pembunuh tersebut dimaafkan. Namun, masih tersisa hak korban. Karenanya, Alloh yang akan menggantinya di hari Kiamat dari hamba-Nya yang bertobat, dan Alloh akan memperbaiki hubungan keduanya di alam abadi kelak.
Untuk lebih jelasnya ketiga hak-hak tersebut sanggup dijelaskan sebagai berikut:
• Hak Alloh .
Pembunuhan dengan sengaja berafiliasi eksklusif dengan hak Alloh , dikarenakan telah melanggar larangan Alloh yang ada dalam firman-Nya:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam. Ia awet di dalamnya, Alloh marah kepadanya, mengutukinya, serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 93)Dalam ayat yang mulia ini, Alloh mengancam keras pelaku pembunuhan dengan sengaja. Karena besarnya dosa pembunuhan ini, sampai-sampai Alloh tidak mensyariatkan adanya kafarat (tebusan harta) dalam pembunuhan.
Nabi telah menjelaskan besarnya dosa pembunuhan ini dalam sabda beliau :
))لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ مُسْلِمٍ((
“Lenyapnya dunia lebih ringan bagi Alloh dibandingkan pembunuhan terhadap seorang Muslim.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
Larangan membunuh ini tidak hanya berlaku pada jiwa Muslim saja, namun juga pada semua jiwa yang dilindungi dalam syariat Islam, sebagaimana dijelaskan Rosululloh dalam sabdanya:
))مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدَاً لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَاماً((
“Barangsiapa yang membunuh orang kafir yang mempunyai perjanjian pertolongan (mu’ahad), maka dia tidak akan mencium busuk surga. Sungguh, busuk nirwana itu tercium sejauh jarak empat puluh tahun.” (HR. al-Bukhori)
Bahkan, di dalam al-Qur’an Alloh menjadikan pembunuhan satu jiwa bagaikan membunuh seluruh manusia, dan menghidupkan satu jiwa bagaikan menghidupkan seluruh manusia.
Alloh berfirman:
“Oleh alasannya ialah itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Isroil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan alasannya ialah orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan alasannya ialah menciptakan kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh insan seluruhnya. Juga, barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia, seluruhnya…” (QS. al-Ma’idah [5]: 32)
Hak ini tidak akan gugur kecuali dengan adanya tobat yang benar dari si pembunuh. Dan tidak cukup hanya dengan menyerahkan diri kepada wali korban ataupun meminta maaf saja.
• Hak korban.
Hak ini tidak akan gugur dengan hanya tebusan pada keluarganya atau bertobat pada Alloh saja alasannya ialah korban telah mati dan hilang, dan si pembunuh telah dihukum. Korban akan meminta haknya di hari Kiamat nanti dari si pembunuhnya. Namun, apakah kebaikan pembunuh akan diambil (di akhirat), atau Alloh dengan keutamaan dan kemurahan-Nya yang akan menanggungnya?
Sebagaimana dikuatkan oleh Imam Ibnu al-Qoyyim dan Ibnu Utsaimin adalah Alloh yang akan menggantinya di hari Kiamat dari hamba-Nya yang bertobat, dan Alloh akan memperbaiki hubungan keduanya. Wallohu a’lam.
• Hak wali korban.
Keluarga korban yang meliputi seluruh andal warisnya mempunyai hak atas si pelaku pembunuhan, dengan diminta menentukan tiga pilihan:
1. Qishosh.
Yaitu dengan dilakukannya eksekusi pancung kepada pelaku pembunuhan, yang eksekusi ini dilaksanakan oleh pemerintahan Islam yang resmi.
Alloh berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kau untuk melaksanakan qishosh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh...” (QS. al-Baqoroh [2]: 178)
Dianjurkan bagi para andal waris korban untuk mengampuni pelaku dari qishosh apabila pelaku tidak dikenal sebagai orang jelek.
Alloh berfirman:
“…Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf, dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu ialah suatu dispensasi dari Robb kalian, dan merupakan suatu rohmat…” (QS. al-Baqoroh [2]: 178)Apabila seluruh andal waris atau seseorang dari mereka memaafkan si pembunuh qishosh, maka gugurlah qishosh bagi si pembunuh, dan si pembunuh wajib menunaikan pilihan kedua, yaitu diyat.
2. Membayar diyat.
Rosululloh bersabda:
))وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أَنْ يُقْتَلَ((
“Barangsiapa yang menjadi wali korban pembunuhan, maka ia diberi dua pilihan: menentukan diyat atau qishosh.” (HR. Muslim)
3. Memberikan ampunan tanpa bayaran.
Para andal waris korban mempunyai hak untuk mengampuni pelaku dengan tidak meminta qishosh maupun diyat. Apabila sebagian andal waris menawarkan ampunan ini, maka gugurlah bagiannya dari diyat dan pelaku hanya membayar pecahan diyat untuk andal waris korban yang tidak memaafkannya.
Alloh berfirman:
“ … Barangsiapa yang melepaskan (hak qishosh)-nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya...” (QS. al-Ma’idah [5]: 45)
2. Pembunuhan yang ibarat kesengajaan (semi sengaja).
Pembunuhan semi sengaja ialah pemukulan secara semena-mena dan tanpa alasan yang benar dengan memakai alat yang secara umum tidak membunuh, contohnya cambuk dan tongkat kecil. Akan tetapi, hal tersebut ternyata menimbulkan final hayat korban. Padahal si pelaku tidak bermaksud membunuh, melainkan hanya memberi pelajaran dan sejenisnya.
Pembunuhan mirip ini mendapat eksekusi dalam Syariat Islam. Adapun eksekusi pembunuhan tidak disengaja adalah:
1. Diyat.
Dari Abu Huroiroh , ia berkata:
“Dua orang perempuan dari Bani Hudzail bertengkar hebat, kemudian salah satunya melempar yang lain dengan kerikil dan ia terbunuh beserta janin yang dikandungnya. Maka Rosululloh menetapkan diyat perempuan itu pada aqilah-nya (keluarga pembunuh).” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Rosululloh bersabda:
“Ketahuilah, (diyat) orang yang dibunuh semi sengaja dengan cambuk dan tongkat, ialah 100 ekor unta yang didalamnya terdapat anaknya (sedang hamil).” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
2. Kafarat.
Yaitu memerdekakan seorang hamba yang Muslim. Jika tidak ada atau tidak mampu, maka berpuasa 2 bulan berturut-turut.
Alloh berfirman:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali alasannya ialah tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin alasannya ialah tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jikalau mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan tobat daripada Alloh. Dan ialah Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 92)
Model-model pembunuhan semi sengaja:
1. Sengaja memukul korban dengan penuh kebencian dan permusuhan (tanpa niat membunuhnya) dengan memakai alat yang umumnya tidak mematikan. Misalnya: tongkat, cambukan atapun kerikil kecil, kemudian korban meninggal dunia.
2. Sengaja memukul korban dengan tujuan hanya untuk menyakiti (bukan membunuh) dengan memakai cambuk kecil dan sejenisnya. Namun, ia terlalu berlebihan sehingga membunuhnya.
3. Menahan atau memenjarakan korban di suatu daerah tanpa memberinya makan dan minum dalam jangka waktu yang umumnya tidak hingga menimbulkan kematian.
4. Menggali sumur atau memasang kerikil atau pisau dengan maksud untuk menyakiti orang yang masuk ke tempatnya tanpa izin dan bermaksud melaksanakan kejahatan.
Model-model di atas merupakan pola pembunuhan semi sengaja yang para ulama fiqh berbeda pendapat antara wajibnya diyat atau tidak.
3. Pembunuhan tidak sengaja (kesalahan).
Adapun yang dimaksud dengan membunuh alasannya ialah keliru berdasarkan ulama fiqih ialah seorang mukalaf melaksanakan perbuatan yang mubah (boleh) baginya, mirip memanah binatang buruan atau satu sasaran tertentu, ternyata secara tidak sengaja anak panahnya mengenai orang yang haram dibunuh hingga orang tersebut akibatnya meninggal dunia. Atau pembunuhan alasannya ialah keliru tersebut berupa membunuh seorang Muslim di barisan orang-orang kafir yang diduga sebagai orang kafir.
Alloh berfirman:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali alasannya ialah tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin alasannya ialah tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jikalau mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan tobat dari pada Alloh. Dan ialah Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 92)
Sedangkan, dalil dari as-Sunnah ialah hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Labid , beliau berkata,
))اخْتَلَفَتْ سُيُوفُ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْيَمَانِ أَبِي حُذَيْفَةَ يَوْمَ أُحُدٍ وَلَا يَعْرِفُونَهُ فَقَتَلُوهُ فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَدِيَهُ فَتَصَدَّقَ حُذَيْفَةُ بِدِيَتِهِ عَلَى الْمُسْلِمِينَ((
“Pedang-pedang kaum Muslimin salah membunuh al-Yaman, bapaknya Hudzaifah, di Perang Uhud. Mereka tidak mengenalnya, kemudian mereka membunuh al-Yaman. Rosululloh ingin membayar diyat, namun Hudzaifah menyedekahkan diyatnya kepada kaum Muslimin.” (HR. Ahmad)
Model-model pembunuhan tidak sengaja
Diantara model pembunuhan tidak disengaja antara lain:
1. Tidak bermaksud untuk memukul atau membunuh mirip memanah atau melempar tombak terhadap binatang buruan, namun kemudian mengenai seseorang.
2. Menggeliat-geliat kemudian menyerang orang lain pada ketika tidur (mengigau) hingga membunuhnya.
3. Membunuh (dalam keadaan perang) seseorang yang dia kira sebagai orang kafir namun ternyata dia ialah seorang Muslim.
4. Memukul secara main-main hingga membunuhnya.
Dari contoh-contoh di atas cukuplah mewakili dan menawarkan citra terang perihal pembunuhan yang tidak disengaja atau kesalahan.
Dari banyak sekali uraian di atas, sanggup kita simpulkan betapa detailnya Islam mengatur dan melindungi darah manusia. Bahkan menawarkan eksekusi yang sangat proporsional kepada pelakunya. Sungguh salah kaprah jikalau ternyata ada orang yang berkata bahwa Islam ialah agama yang besar kepala dan anarkis.
Komentar
Posting Komentar