Pengertian Korupsi Dan Hukumnya Dalam Syariat Islam
Menengok keadaan kehidupan dunia kerja ketika ini, betapa banyak dan merebak orang yang melaksanakan tindakan kriminal ini. Seakan-akan korupsi merupakan perbuatan jelek yang membudaya dan sudah menjadi kebiasaan para pekerja. Bahkan hampir kita dapati dalam semua instansi atau perusahaan, dari kalangan para pekerja yang mempunyai jabatan paling bawah, menengah hingga kalangan atas. Khalayak pun lalu menggolongkan para pelaku korupsi ini menjadi bertingkat-tingkat dan berkelas-kelas. Mulai koruptor kelas teri, menengah hingga kelas kakap.
Dalam ruang lingkup para pekerja yang mempunyai jabatan paling bawah, mungkin pernah kita jumpai seseorang yang menerima amanah dari instansi atau perusahaan untuk membelanjakan barang atau benda. Kemudian sehabis dibelanjakan di sebuah toko atau supermarket, uang belanjaan tersebut masih tersisa. Tetapi ia membisu seribu bahasa dan tidak memberitahukan adanya sisa uang tersebut kepada pimpinan instansi atau perusahaan yang memerintahkan kepadanya bahkan masuk ke ‘saku’nya. Atau yang lebih parah dari itu, yang menjadi demam isu jelek masa sekarang ialah dengan cara memanipulasi nota belanja. Ia berani berdusta dengan meminta kepada kasir kawasan belanja semoga menulis nota jumlah yang lebih besar dari sebenarnya. Sungguh ini perbuatan keji dan amat tercela, baik ditinjau dari sisi agama maupun moralitas bangsa Indonesia.
Adapun ruang lingkup para pekerja yang mempunyai jabatan kedudukan tingkat atas, maka tidak tanggung-tanggung. Yang ia ‘korupsi’ hingga jutaan bahkan milyaran rupiah. Mereka bisa mengoleksi kendaraan beroda empat mewah, rumah megah, dan berlian indah.
Apa yang dimaksud dengan korupsi? Apa sebab-sebab perbuatan korupsi? Sejauh mana ancaman perbuatan ini? Dimanakah pintu-pintu korupsi? Kami mencoba mengulasnya dengan menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga bermanfaat dan kita sanggup menghindari ataupun meragukan bahayanya.
DEFINISI KORUPSI
Dalam istilah bahasa Arab, korupsi berasal dari kata al-ghulul. Ibnul Atsir membuktikan bahwa kata al-ghulul pada asalnya ialah bermakna khianat dalam urusan harta rampasan perang, atau mencuri sesuatu dari harta rampasan perang sebelum dibagikan. Kemudian, kata ini dipakai untuk setiap perbuatan khianat dalam suatu urusan secara sembunyi-sembunyi.
Secara umum, kata ghulul dipakai untuk setiap pengambilan harta oleh seseorang secara khianat atau tidak dibenarkan dalam kiprah yang diamanahkan kepadanya (tanpa seizin pemimpinnya atau orang yang menugaskannya).
HUKUM SYARI’AT TENTANG KORUPSI
Perbuatan korupsi ialah haram menurut Kitabulloh (al-Qur’an) maupun hadits-hadits Rosululloh yang shohih. Mungkin timbul pertanyaan dalam benak hati kita ihwal segi keharaman korupsi ditinjau dari sisi agama. Maka dasar aliran keharaman perbuatan korupsi (ghulul) ialah sebagai berikut:
1. Korupsi termasuk dalam kategori memakan harta insan dengan cara batil yang diharamkan.
Alloh berfirman:
“Dan janganlah sebahagian kalian memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian sanggup memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui.” (QS. al-Baqoroh [2]: 188)
Alloh berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian…” (QS. an-Nisaa’ [4]: 29)
2. Alloh memperlihatkan ancaman keras bagi para koruptor.
Alloh berfirman:
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari simpulan zaman ia akan tiba membawa apa yang dikhianatkannya itu; lalu tiap-tiap diri akan diberi pembalasan ihwal apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali-Imron [3]: 161)
Menurut klarifikasi Ibnu Abbas , ayat ini diturunkan pada ketika (setelah) perang Badar. Orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik, menyampaikan bahwa mungkin Rosululloh telah mengambilnya. Maka Alloh menurunkan ayat ini untuk memperlihatkan jikalau Rosululloh terbebas dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rosululloh dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu lantaran berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi ma’shum (terjaga) dari perbuatan ibarat itu.
Mengenai besarnya dosa perbutan ini, sanggup kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Alloh mengatakan: “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari simpulan zaman ia akan tiba membawa apa yang dikhianatinya itu..”
Ibnu Katsir mengatakan, “Didalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Meskipun ayat ini turun terkait dengan tindakan korupsi berupa harta rampasan perang yang belum dibagikan, namun berlaku bagi semua tindakan korupsi sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama.
3. Alloh mengancam para koruptor dengan api neraka.
Dalam hadits Ubadah bin ash-Shamit , bahwa Nabi bersabda:
))يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا مِنْ غَنَائِمِكُمْ. أَدُّوْا الْخَيْطَ وَالْمِخْيَطَ فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ فَمَا دُوْنَ ذَلِكَ. فَإِنَّ الْغُلُوْلَ عَارٌ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشَنَارٌ وَنَارٌ((
“Wahai manusia! Sesungguhnya ini harta rampasan perang kalian. Serahkanlah (janganlah menyembunyikan) benang dan sebatang jarum atau lebih dari itu atau kurang dari itu. (Karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu ialah kehinaan, malu dan api neraka bagi pelakunya.” (HR. Ibnu Majah)
BACA JUGA HALAMAN SELANJUTNY : SEBBA-SEBAB ORANG MELAKUKAN KORUPSI
Komentar
Posting Komentar