Sebab-Sebab Orang Melaksanakan Korupsi Dan Peluang Yang Dimanfaatkan
Mental korupsi telah banyak menempel pada diri sebagian anak bangsa. Limbah korupsi mencemari setiap lorong di setiap sudut lini kehidupan manusia. Budaya KKN menghiasi hampir seluruh lapisan masyarakat, baik kelas bawah, menengah maupun tingkat atas.
Tidak bisa dipungkiri, para koruptor yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta yaitu insan biasa. Mereka mengalami pasang surut keimanan. Kadang kepercayaan mereka menguat, kadang melemah. Ketika kepercayaan sedang menguat, harapan untuk berbuat amal kebajikan dan ketaatanpun sangat kuat. Ketika kepercayaan melemah, kecerendungan berbuat jahatpun menguat, termasuk korupsi dan banyak sekali maksiat lainnya. Ada beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melaksanakan tindakan korupsi dan menistakan harga diri dalam menjalankan kiprah dan amanah pekerjaannya, diantaranya:
a. Lemahnya semangat keagamaan dan menurunnya kadar keimanan seseorang.
b. Mengikuti harapan hawa nafsu dan hanyut dalam kelezatan dunia yang seakan-akan begitu indah lagi memperdayakan.
c. Pembelaan dan nepotisme terhadap keluarga secara berlebihan sehingga mematikan sikap jujur, rasa keadilan, sikap amanah dan profesioanalisme dalam dunia pekerjaan.
d. Memilih teman-teman buruk, pembisik-pembisik jahat, patner-patner culas dan kroni-kroni yang korup sehingga peluang korupsi terbuka lebar.
e. Menempatkan para pejabat atau petugas yang kurang lapang dada dalam dedikasi dan kurang bertanggung jawab dalam mengemban kiprah sehingga mereka banyak melaksanakan tindakan curang.
f. Terpengaruh dengan gaya hidup yang mewah dan serba hedonis.
g. Terpengaruh dengan pedoman dan prinsip-prinsip hidup yang menyimpang dan materialistis.
h. Terpedaya dengan kehebatan bahan dan kenikmatan harta sesaat sehingga silau dengan kemegahan dunia. Bahkan muncul anggapan bahwa harta benda yaitu segala-galanya.
Barangsiapa yang ingin memerangi korupsi hendaknya menganalisa sebab-sebab di atas secara cermat dan mencari solusi serta penangkalnya secara bijaksana dengan penuh ketegasan dalam memberi sanksi.
Namun sehebat apapun aturan aturan yang ingin diterapkan, maka Islam merupakan solusi utama untuk menghilangkan tradisi korupsi, yaitu dengan keimanan kepada Alloh secara benar yang disertai dengan keimanan kepada nama-nama dan sifat-sifatNya secara aplikatif, kemudian ditambahi beriman kepada malaikat yang senantiasa mencatat semua ucapan dan perbuatan manusia. Jika ini sudah benar, maka akan muncul muroqabah, kontrol penuh dan introspeksi tepat terhadap seluruh tindakan yang diperbuat seorang hamba.
PINTU-PINTU KORUPSI
Peluang dan kesempatan melaksanakan korupsi memang terbuka lebar dan ada di setiap tempat, bidang pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan “lahan basah”. Untuk itu, setiap Muslim harus selalu waspada dan berhati-hati manakala mendapatkan tugas-tugas apapun yang diamanahkan kepadanya. Sebab setan senantiasa menancapkan bendera peperangan kepada insan untuk menjerumuskan mereka kepada neraka Jahannam dengan berbuat korupsi.
Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak termakan sehingga nantinya bisa menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita setiap menunaikan kiprah dan kerja. Diantara pintu-pintu korupsi yaitu sebagai berikut:
1. Pada ketika pengumpulan harta rampasan perang sebelum harta tersebut dibagikan.
Harta merupakan ujian dan cobaan bagi manusia. Ia begitu indah dan menawan dalam sorot pandangan mata. Tak seorang pun menolak, kalau diberi harta. Ujian bagi para pejuang yaitu harta rampasan perang. Jika ia tidak menahan hawa nafsunya, tentu akan berbuat aniaya. Ia buta mata dan hati naruninya untuk mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan.
Nabi menceritakan:
“Ada seorang Nabi berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya: “Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak pula seseorang yang telah membangun rumah, sementara ia belum memasang atapnya; tidak pula seseorang yang telah membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting, sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya.” Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah akrab negeri (yang akan diperangi) tibalah atau hampir tiba sholat Ashar, ia berkata kepada matahari: “Sesungguhnya kau diperintah, dan akupun diperintah. Ya Alloh, tahanlah matahari itu hingga Alloh membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian tiba api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak sanggup melahapnya. Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): “Sesungguhnya diantara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam. Maka, hendaklah satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berba’iat) kepadaku.” Kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berba’iat kepada nabi itu), kemudian ia (nabi itu) berkata, “Diantara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaklah kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku,” Kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), kemudian ia (nabi itu) berkata, “Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul,” Maka mereka tiba membawa emas sebesar kepala sapi kemudian mereka meletakkannya, kemudian datanglah api dan melahapnya. Kemudian Alloh menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Alloh melihat kelemahan kita.” (HR. al-Bukhori)
2. Hadiah untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya.
Sunggguh ketika orang mendapatkan hadiah sangat menarik dan menakjubkan jiwa, maka hatinya niscaya suka, apalagi hadiahnya sangat berharga.
Namun, ada hal yang seyogyanya diketahui oleh setiap Muslim bahwa tidak semua hadiah hukumnya boleh di dalam Islam. Jika seseorang diberi amanah oleh suatu lembaga, lantas ia mendapatkan hadiah dengan tanpa sepengetahuan dan izin pimpinannya, maka dilarang. Sebab hal itu termasuk korupsi.
Rosululloh bersabda:
))هَدَايَا الْعُمَّالُ غُلُوْلٌ((
“Hadiah untuk para petugas yaitu ghulul (korupsi).” (HR. Ahmad)
3. Saat pengumpulan zakat maal (harta).
Harta melimpah dari zakat merupakan ujian berat bagi petugas zakat. Oleh lantaran itu, seseorang yang diberi kiprah mengumpulkan harta zakat seyogyanya orang yang jujur dan mempunyai amanah tinggi. Jika tidak jujur dan terbuka, sangat mungkin ia mengambil sesuatu dari hasil zakat harta yang telah dikumpulkannya, dan ia sembunyikan di kawasan yang aman. Atau dia mengaku yang dia ambil yaitu sesuatu yang dihadiahkan kepadanya.
Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada masa Rosululloh , dan dia memperingatkan dengan keras kepada petugas yang menerima amanah mengumpulkan zakat harta tersebut dengan mengatakan:
“Tidakkah kau duduk saja di rumah bapak ibumu, kemudian lihatlah, apakah kau akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?”
Kemudian pada malam harinya selepas sholat Isya’, Nabi berceramah (untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Diantara isi penjelasannya, dia mengatakan:
))... وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ (عُفْرَ) إِبْطَيْهِ اللهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلاَثًا ...((
“Demi Alloh, yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan tiba pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta) itu bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau kalau (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itupun) bersuara. Kemudian dia mengangkat tangannya hingga terlihat kedua ketiaknya seraya bersabda, ‘Ya Alloh, sudahkah saya sampaikan, Ya Alloh sudahkah saya sampaikan (tiga kali)...” (HR. al-Bukhori)
4. Setiap kiprah apapun, terutama yang berurusan dengan harta, menyerupai seorang yang menerima amanah memegang perbendaharaan Negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat untuk melaksanakan ghulul (korupsi), padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya.
Rosululloh bersabda:
))مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ((
“Barang siapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, kemudian kami menetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu yaitu harta ghulul (korupsi).” (HR. Abu Dawud)
Nabi memberikan peringatan atau bahaya kepada orang yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), kemudian ia mengambil sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara belakang layar tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya, diluar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar akan menjadi belenggu yang akan dia pikul pada hari kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat (korupsi) terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggung jawabannya nanti pada hari kiamat.
Ketika kata-kata bahaya tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshor, yang orang ini merupakan salah satu diantara para petugas yang ditunjuk oleh Rosululloh , serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rosululloh untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi menjelaskan biar setiap orang yang diberi kiprah hendaknya membawa hasil pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada dia . Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh dia . Apa yang diberikan berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh dia , maka mereka tidak boleh mengambilnya.
Hadits di atas menyerupai ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buroidah , bahwa Rosululloh bersabda:
“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, kemudian kami menetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu yaitu harta ghulul (korupsi).” (HR. Abu Dawud)
Asy Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil pelengkap di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu yaitu ghulul (korupsi).
Dalam hadits tersebut maupun hadits di atas, Rosululloh memberikan secara global bentuk pekerjaan atau kiprah yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk memberikan bahwa peluang melaksanakan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan kiprah yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya kiprah mengumpulkan zakat harta yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia sanggup menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkannya dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkannya kepada pimpinan yang menugaskannya.
BACA JUGA HALAMAN SELANJUTNYA : BAHAYA PERBUATAN GHULUL (KORUPSI)
Komentar
Posting Komentar